Belanegara – Perang tarif dagang global menimbulkan ketidakpastian yang signifikan, dan Indonesia harus bertindak cepat untuk mengamankan aliran investasi asing (FDI). Alfian Banjaransari, Country Manager Center for Market Education, menekankan perlunya reformasi kebijakan FDI yang lebih terbuka, efisien, dan inklusif. Ia menyoroti keberhasilan negara-negara ASEAN lain dalam menarik investasi, sementara Indonesia terancam tertinggal.
"Negara tetangga sudah mengambil langkah proaktif," ujar Alfian pada Rabu (16/4/2025). "Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah konkret untuk mendorong masuknya investasi asing, tidak hanya berfokus pada tujuan jangka panjang, tetapi juga menargetkan capaian jangka pendek melalui deregulasi yang tepat sasaran."

Data menunjukkan lonjakan investasi di kawasan ASEAN pasca pandemi. Meskipun investasi global turun drastis—dari USD 2 triliun pada 2015 menjadi USD 1,3 triliun pada 2023—ASEAN justru mengalami pertumbuhan signifikan, dari USD 120 miliar menjadi USD 230 miliar dalam periode yang sama. Pertumbuhan ini memberikan dampak positif bagi masyarakat, mulai dari UMKM hingga jaringan pemasok lokal.
Indonesia, meskipun telah melakukan sejumlah reformasi fundamental, masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing. Menurut Bank Dunia, "efficiency reforms" merupakan kunci bagi Indonesia untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 dan menjadi negara berpendapatan tinggi. Kontribusi FDI terhadap PDB Indonesia saat ini masih di bawah 2%, jauh di bawah negara tetangga seperti Vietnam yang telah mencapai 4-5%. Keterlambatan dalam menarik investasi asing berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi hal ini sebelum Indonesia semakin tertinggal.