Belanegara – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menanggapi santai pemberitaan mengenai kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia. Ia bahkan meminta publik untuk tidak perlu panik dan menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Menurut Bahlil, kebijakan tarif resiprokal yang digagas mantan Presiden Donald Trump ini hanyalah bagian dari strategi untuk memaksa negara lain bernegosiasi dengan AS.
Dalam sebuah pidato di acara halal bihalal Partai Golkar di Slipi, Jakarta, Rabu (16/4/2025), Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan tersebut mirip dengan strategi bisnis yang sering dilakukan oleh pengusaha. "Buat dulu gerakan tambahan, habis itu orangnya datang, kira-kira gitu. Karena kalau disuruh datang baik-baik, enggak mau datang. (Jadi) Buat dulu gerakan tambahan habis itu orang akan datang. Kira-kira, mirip-mirip itulah yang dilakukan oleh Presiden Trump," ujarnya.

Kementerian ESDM sendiri, lanjut Bahlil, telah melakukan kajian mendalam terkait dampak kebijakan ini. Kesimpulannya, kebijakan tarif resiprokal ini merupakan bagian dari strategi tekanan yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang menguntungkan AS. Dengan kata lain, kenaikan tarif impor ini bukan semata-mata tindakan proteksionis yang perlu ditanggapi dengan kepanikan.
Bahlil menekankan pentingnya melihat situasi ini dari perspektif yang lebih luas dan strategis. Ia menyarankan agar fokus diarahkan pada upaya memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional, ketimbang terjebak dalam reaksi emosional terhadap kebijakan perdagangan AS. Pernyataan santai dari Menteri Bahlil ini tentu saja memicu beragam reaksi dan interpretasi dari berbagai kalangan, khususnya para pelaku usaha di Indonesia. Apakah strategi "gerakan tambahan" ini memang efektif? Dan bagaimana dampak jangka panjangnya bagi perekonomian Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menjadi bahan perdebatan dan pengkajian lebih lanjut.