Belanegara – Gedung Putih secara mengejutkan mengumumkan kenaikan tarif impor untuk barang-barang asal China hingga 245%! Langkah drastis ini, yang diumumkan Rabu (16/4/2025) waktu AS, merupakan respons atas kebijakan balasan China yang sebelumnya menaikkan tarif impor produk AS hingga 125%. Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini sepertinya kembali memanas.
Kenaikan tarif 245% ini menjadi pukulan telak bagi eksportir China ke Amerika Serikat. Meskipun Gedung Putih menyatakan penundaan sementara kenaikan tarif untuk negara lain, kecuali China, langkah ini jelas mengindikasikan eskalasi konflik perdagangan. Sebelumnya, AS menerapkan tarif dasar 10% untuk seluruh impor. Rencana penerapan tarif resiprokal terhadap negara lain pun ditunda selama 90 hari, menunjukkan upaya AS untuk fokus pada negosiasi bilateral.

Namun, strategi ini berisiko memicu reaksi keras dari China, yang berpotensi memperburuk hubungan bilateral yang sudah tegang. Pernyataan Gedung Putih sendiri menyebutkan lebih dari 75 negara telah menghubungi AS untuk membahas perjanjian perdagangan baru, menunjukkan upaya AS untuk mendiversifikasi hubungan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada satu negara. Pertanyaannya, apakah langkah ini akan efektif atau justru memperparah situasi? Akankah China membalas dengan langkah yang lebih agresif? Dampaknya terhadap perekonomian global pun patut diwaspadai. Situasi ini menunjukkan betapa kompleks dan dinamisnya peta perdagangan internasional saat ini, dan kita perlu mencermati perkembangannya dengan seksama. Para pelaku usaha, terutama di sektor ekspor-impor, harus bersiap menghadapi potensi gejolak pasar yang signifikan.