Belanegara – Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah pernikahan anaknya menyebabkan kemacetan parah di jalan lintas Sumatera. Melalui Kepala Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Sumbar, Mursalim, Mahyeldi menyampaikan permohonan maaf atas insiden tersebut. Mursalim menjelaskan bahwa kemacetan yang terjadi bukan disengaja, melainkan akibat membludaknya kendaraan tamu undangan yang datang secara bersamaan. Namun, peristiwa ini kembali menyoroti harta kekayaan sang Gubernur, yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Berdasarkan data LHKPN per 15 April 2025, total kekayaan Mahyeldi mencapai angka yang cukup fantastis, yakni Rp6,02 miliar. Angka ini terdiri dari berbagai aset, mulai dari tanah dan bangunan, kendaraan, harta bergerak lainnya, hingga kas dan setara kas. Menariknya, Gubernur juga tercatat memiliki utang sekitar Rp1 miliar.

Dominasi aset Mahyeldi terletak pada kepemilikan tanah dan bangunan yang mencapai Rp4,83 miliar. Rinciannya cukup detail, tercatat beberapa bidang tanah di Kota Padang dengan luas dan nilai yang bervariasi. Sebagai contoh, terdapat tanah seluas 677 m2 di Kota Padang dengan nilai Rp516.505.000, tanah seluas 376 m2 senilai Rp287.500.000, dan masih banyak lagi bidang tanah lainnya dengan luas dan nilai yang berbeda-beda, semuanya tercatat sebagai hasil sendiri. Bahkan, terdapat satu aset berupa tanah dan bangunan seluas 175 m2/112 m2 di Kota Padang dengan nilai Rp687.750.000. Data ini menunjukkan portofolio investasi properti yang cukup signifikan.
Kejadian kemacetan lalu lintas akibat pernikahan anaknya ini tentu menjadi perbincangan hangat, apalagi dengan latar belakang kekayaan yang dimiliki sang Gubernur. Publik pun bertanya-tanya, apakah ada kaitan antara kekayaan yang dimiliki dengan insiden kemacetan tersebut? Pertanyaan ini tentu membutuhkan penjelasan lebih lanjut dan transparansi dari pihak terkait. Ke depan, peristiwa ini diharapkan menjadi pembelajaran penting bagi penyelenggara negara dalam mengelola acara pribadi agar tidak mengganggu kepentingan umum. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini?